ย  ย  PB HMI: Tambang Emas di Seluma, Pemerintah jangan main politik gimmick

PB HMI: Tambang Emas di Seluma, Pemerintah jangan main politik gimmick

๐Ÿ‘ค Oleh Redaksi
๐Ÿ•’ Oktober 27, 2025
๐Ÿ—‚๏ธ Ekonomi

Jakarta, Poroskeadilan.com – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyoroti keras wacana tambang emas di Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, yang dinilai akan mengancam kelestarian lingkungan, merampas ruang hidup rakyat, dan memperlihatkan wajah kekuasaan yang tunduk pada kepentingan modal.

Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI, Maulana Taslam, menyebut praktik tambang terbuka (open pit mining) di Seluma sebagai bentuk nyata dari politik perampasan sumber daya alam atas nama investasi.

Berdasarkan data yang dihimpun PB HMI, aktivitas tambang emas di Seluma mengancam sekitar 2.378 hektare sawah warga di enam kecamatan Ulu Talo, Talo, Ilir Talo, Talo Kecil, Semidang Alas, dan Semidang Alas Maras.

Sawah-sawah tersebut sepenuhnya bergantung pada Sungai Air Talo Besar, Air Alas, Air Alas Tengah, dan Air Alas Kanan, yang berhulu di Hutan Lindung Bukit Sanggul. Jika hutan itu rusak, sistem irigasi akan lumpuh dan ribuan keluarga petani terancam kehilangan sumber penghidupan.

Lebih parah lagi, 19.000 hektare wilayah tambang di Seluma rencana dikelola dengan sistem open pit, metode yang menggali bumi secara terbuka dan berpotensi menyebabkan deforestasi, pencemaran air, serta bencana ekologis jangka panjang.

Maulana menegaskan, apabila pemerintah mengizinkan PT. Energi Swa Dinamika Muda, jelas melanggar amanat konstitusi dan semangat regulasi lingkungan hidup nasional.

Menurutnya, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telah menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun dalam praktiknya, negara justru tunduk pada kepentingan modal besar.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab hukum bagi setiap kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 secara jelas mewajibkan analisis dampak lingkungan (Amdal) dan partisipasi publik sebagai syarat mutlak sebelum izin dikeluarkan.

โ€œNegara hadir, tapi berpihak pada modal, bukan pada kehidupan. Semua regulasi lingkungan hanya jadi hiasan hukum tanpa makna keadilan,โ€ tegas Maulana.

Menutup pernyataannya, Maulana menegaskan bahwa pemerintah harus tegas bersikap menolak atau mendukung jangan terus bermain aman dengan politik gimmick dan ayunan kepentingan.