Proyek Rehabilitasi Rumah Dinas Ketua DPRD Bengkulu Senilai Rp3,5 M Dianalogikan ‘Korupsi Berstruktur’ – Kejati Didesak Usut Dugaan Pelanggaran Tender Dan Kontrak Fiktif

Proyek Rehabilitasi Rumah Dinas Ketua DPRD Bengkulu Senilai Rp3,5 M Dianalogikan ‘Korupsi Berstruktur’ – Kejati Didesak Usut Dugaan Pelanggaran Tender Dan Kontrak Fiktif

👤 Oleh Redaksi
🕒 Oktober 26, 2025
🗂️ HUKUM

Bengkulu, Poroskeadilan.com – Dugaan praktik penyelewengan dalam proyek rehabilitasi dan belanja peralatan rumah dinas pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu tahun anggaran 2025 dengan total anggaran kurang lebih Rp3,5 miliar terus menuai sorotan tajam dari publik dan organisasi masyarakat sipil. Proyek tersebut diduga kuat dilaksanakan tanpa melalui proses lelang dan tanpa kontrak kerja resmi, melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

​Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Front Pembela Rakyat (FPR), Rustam Efendi, SH, secara tegas mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu untuk segera melakukan penyelidikan. Rustam menyebut proyek yang menelan biaya fantastis tersebut diyakini telah direkayasa, sebab detail kegiatannya tidak ditemukan dalam Layanan Sistem Katalog dan Secara Elektronik (LPSE) maupun Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Pemerintah Provinsi Bengkulu tahun 2025.

​”Pelaksanaan proyek rehab Rumah dinas Ketua DPRD Provinsi Bengkulu tanpa kontrak kerja dan tidak melalui proses tender sangat janggal, karena tidak mungkin pihak perusahaan kontraktor berani melaksanakan pekerjaan jika tidak ada jaminan anggaran,” ungkap Rustam pada Sabtu, (25/10/2025).

​Rustam mengindikasikan adanya praktik kongkalikong yang terstruktur antara Ketua DPRD Provinsi, Sumardi, dengan mantan Sekretaris Dewan (Sekwan). Hal ini diperkuat dengan adanya penolakan pencairan dana oleh Sekwan yang baru menjabat.

​”Kami sangat yakin bahwa diduga kuat ada indikasi kerjasama terselubung antara Ketua Dewan Sumardi dengan mantan pejabat di Sekretariat Dewan DPRD Provinsi tersebut. Sebab berdasarkan data yang kami terima, rincian dana pencairan yang diajukan kontraktor ke Sekwan mencapai kurang lebih Rp3,5 miliar tapi tidak bisa cair, lantaran Sekwan yang baru menjabat tidak mau tanda tangan karena mengetahui akan berisiko,” jelasnya.

​Menanggapi kasus ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Badan Penelitian Independen (BPI) Provinsi Bengkulu, Heri Ifzan, SE, menilai polemik ini harus segera diusut tuntas. Ia menduga penyimpangan anggaran ini tidak mungkin berjalan tanpa keterlibatan langsung dari pejabat berwenang di DPRD Provinsi.

​”Tidak mungkin kontraktor berani mengerjakan proyek sebesar ini tanpa jaminan anggaran dan perintah kerja. Kami menduga ada rekayasa dalam pengelolaan anggaran yang melibatkan Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Sumardi,” tegas Heri Ifzan.

​Heri berharap Kejati Bengkulu bersama Polda segera mengusut kasus ini, mencegah praktik manipulasi anggaran dan rekayasa proses administrasi tanpa kontrak terulang. “Penegakan hukum harus dilakukan secara objektif dan profesional. Jangan sampai anggaran publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat justru dijadikan ajang untuk mencari keuntungan pribadi,” tambahnya.

​Masyarakat sipil di Bengkulu menaruh perhatian serius dan sangat berharap tindakan tegas dari aparat hukum agar dugaan praktik penyimpangan dalam pelaksanaan proyek rehabilitasi rumah dinas Ketua DPRD Provinsi Bengkulu ini menjadi terang benderang. (Mr)