Bengkulu, Poroskeadilan.com – Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengakui bahwa pemetaan kebutuhan guru di beberapa sektor memang mengalami kekurangan dari semua tingkat. Seperti SD, SMP, SMA/SMA termasuk Madrasah.
Hal ini disampaikan Gubernur Rohidin, saat membuka Webinar Nasional PGRI yang mengangkat tema Problem dan Solusi Pengangkatan Guru ASN PPPK, Kamis (12/1).
“Kita sudah mengupayakan, melakukan koordinasi ke Kemendikbud, Kemenkeu, dan Kemendagri terkait dasar hukum pengangkatan 524 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru yang telah dinyatakan lulus passing grade 2021, pola penggajian anggarannya disediakan siapa, dan beberapa problem lainnya,” ujar Gubernur Rohidin.
Namun, muncul problem lainnya yaitu regulasi dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri terkait alokasi APBD tidak diperkenankan melebihi 30 persen untuk pembayaran gaji dan belanja rutin pegawai. Sementara untuk provinsi Bengkulu sendiri, angkanya sudah mencapai 38,9 persen tentu ini melebihi standar yang ditetapkan.
“Bagi daerah yang alokasinya melebihi dari 30 persen, tidak diperkenankan melakukan pengangkatan pegawai apapun bentuknya. Jika tetap dilakukan, maka akan berdampak pada daerah mendapatkan penalti serta DAU (Dana Alokasi Umum) bisa dipangkas pemerintah pusat. Problem inilah yang menjadi kendala, dan belum mendapat jawaban dari pemerintah pusat,” seru Gubernur Bengkulu ke-10 ini.
Lebih lanjut, pada 2018 lalu Gubernur sudah mengambil sikap untuk semua tenaga honorer di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Bengkulu yang awal penggajiannya bervariasi dari sekolah, dan dengan status bermacam-macam. Didata kemudian dimasukkan ke dalam database dan mendapatkan gaji sama rata dari APBD Provinsi Bengkulu.
“Pemprov (pada 2018) mengambil sikap atas nama Gubernur, untuk honorer yang mengabdi minimum 1 tahun mendapatkan SK Gubernur melalui Kadis Dikbud dan mendapatkan Gaji seragam yaitu 1 juta rupiah,” jelas Gubernur.
Lanjut Gubernur, tujuan kebijakan pendataan database honorer ini tentunya untuk melindungi para honorer, sehingga kepala sekolah, atau kepala dinas pendidikan tidak sewenang-wenang memberhentikan ataupun mengangkat honorer.
“Status honorer guru harus ada kepastian, dan legal sehingga dalam pekerjaannya tidak muncul rasa was was takut diberhentikan atau dipecat di tengah jalan. Dan di samping itu, jika ada kebijakan pusat yang lebih besar secara nasional, seperti pengangkatan PPPK ataupun PNS maka database ini tidak bisa dimanipulasi,” terang Gubernur.